PROKES SEBAGAI BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA SELAMA PANDEMI
PROKES SEBAGAI BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA SELAMA PANDEMI
(Heru Basuki, S.Pd)
Akhir tahun 2019 dunia digegerkan oleh pandemi
covid 19. Semua Negara sibuk terkonsentrasi menghadapi wabah tersebut. Tidak
terkecuali
Indonesia, dengan
cepatnya informasi tentang bahayanya dan mudahnya menular, telah membuat masyarakat panik dan cemas (awal 2020).
Bahkan dimanfaatkan sebagian orang untuk bermain demi keuntungan pribadi atau
golongan (menimbun masker, hand sanitizer). Dengan fenomena yang sungguh dahsyat ini, negara tidak tinggal diam, Sehingga Negara segera membentuk satgas
penanganan covid 19 sampai
jajaran tingkat terendah tingkat desa bahkan secara sadar masyarakat tingkat RT
pun ikut membentuk satgas covid 19.
Secara mandiri satgas tingkat terendah
inipun semangat membantu pemerintah mengkampanyekan dan mensosialisasikan tentang prokes. Hasilnya
sungguh sangat luar biasa. Masyarakat sadar akan pentingnya prokes. Meskipun
laju terkonfirmasi covid terus meningkat. Namun masyarakat tak putus asa, untuk selalu mengikuti dan melaksanakan prokes tersebut dengan kesadaran yang
lumayan tinggi. Hampir
tidak ada warga yang tidak paham prokes. Dimulai anak kecil sampai dewasa,
kalangan bawah sampai atas, miskin sampai yang kaya. Semua tahu dan paham
tentang prokes.
Di manapun tempat dengan mudah ditemui
slogan, poster tentag
prokes, hampir setiap tempat selalu ada tempat cuci tangan dilengkapi sabun,
hampir setiap orang selalu memakai masker meskipun kadang kala salah dalam
penggunaannya. Maka prokes yang
hampir menjadi budaya dan karakter ini , harusnya segera diikuti oleh steakholder
dan atau pemerintah untuk segara menyusun peraturan tentang prokes yang
melibatkan semua unsur yang terkait dengan tugas dan kewenangannya.
Dinas pendidikan bisa sebagai garda terdepan
untuk mensosialisaikan prokes tersebut menjadi salah satu karakter yang
diharapkan dapat terbentuk dalam diri peserta didik. Sehingga pelajar akan
mampu menjadi agen terbentuknya budaya dan karakter prokes. Hal ini tentunya tidak semudah membalikkan
telapak tangan. Tetapi harus diawali dengan berbagai proses. Pelatihan guru
secara webinar tentang prokes tentunya sangat dibutuhkan untuk menyeragamkan pemahaman, sehingga prokes yang disampaikan ke
peserta didik dapat terukur dan sesuai harapan. Sebenarnya merupakan hal yang
mudah membiasakan
peserta didik tentang prokes. Hingga akhirnya peserta didik menjadi terbiasa
mentaati prokes di sekolah yang harapannya sampai di lingkungan keluarga dan
masyarakat.
Tetapi sekarang yang terjadi adalah
dilema. Peserta
didik efektif sebagai agen perubahan tetapi disisi lain diberlakukannya BDR dengan kekawatiran bila
masuk sekolah bisa menimbulkan cluster
pemaparan covid 19. Setelah
hampir satu tahun, BDR tentunya menimbulkan kualitas pendidikan yang
dipertanyakan. Sehingga ada wacana sekolah akan beraktifitas seperti layaknya
sebuah sekolah yaitu sistem tatap muka, sekolah
diminta kesiapannya untuk kegiatan tatap muka di tengah pandemi. Semua kesiapan yang berkaitan protokol
kesehatan tentunya sudah disiapkan sedemikian rupa untuk bisa memenuhi
persaratan yang diperlukan.
Sekolah akan terasa berlomba memberikan layanan terbaik sesuai dengan fungsi prokes. Sekolah sangat berharap kembalinya sekolah sebagai tempat pambelajaran yang seharusnya. Serta sebahai tempat yang strategis untuk mengkampanyekan prokes kepada seluruh peserta didik sebagai agen perubahan dan membawa promes menjadi suatu kebutuhan dan sebagai budaya di masyarakat dan melekat sebagai karakter pada masing-masing pribadi.
Sebagai dasar pelaksanaan pembelajaran tatap muka disekolah, untuk lebih jelasnya ada pada link dibawah ini tentang keputusan bersama MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, MENTERI AGAMA, MENTERI KESEHATAN, DAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Nomor 04/KB/2020 yang terlampir pada halaman berikut:
klik disini untuk download keputusan tersebut:
Komentar
Posting Komentar